Senin, 09 Maret 2015

Ketika Kau dan Aku Bercakap Tentang Cinta

Sebuah Cerpen, karya Disya.

AKU bisa melihat gurat keraguan di wajahnya. Berkali-kali ia tampak menelan ludah. Aku belum bisa menduga apa yang ia ingin ucapkan kepadaku.



Sementara itu aku masih memegang ponselku. Sesekali kuarahkan pandanganku, ketika kurasakan ponselku bergetar. Kulihat Aliya mengirimku pesan LINE. Namun sesungguhnya aku tidak fokus dengan apa yang dipesankan Aliya. Pacarku, ya… Entah kata orang dia pacarku. Tapi aku sendiri tak pernah merasa mengikatkan hubungan lebih dari sekadar ikatan pertemanan dengannya.

“Aku ingin kamu putus dengan Aliya, Riki...” Katanya dengan suara agak serak. Semilir angin di balkon sekolahku dingin menyengat tubuh. Kupikir itu juga yang membuat suaranya agak serak.

Aku terkejut dengan pernyataannya barusan.

“Aku nggak rela kamu jadian dengan Aliya,” lanjutnya.

“Kamu kenapa, tiba-tiba berkata begitu? Bukannya sudah kubilang, aku dengan Aliya tidak ada apa-apanya…” jawabku.

Beberapa detik berlalu hanya hening di antara kami berdua. Ia tampak tertunduk dan murung seperti menahan sesuatu. Sedangkan aku masih menunggunya membuka mulut.

“Bagaimana mungkin kamu bilang kamu tidak ada apa-apa dengannya, sedangkan hamper semua teman di kelas tahu bahwa kamu memiliki hubungan dengan Aliya. Tapi bukan itu yang mengganjal pikiranku, Riki,”

“Lalu apa?”

“Kau… Kau mulai berubah. Aliya telah merebutmu dariku. Aku tahu ini gak wajar… seharusnya aku sebagai temanmu mendukungmu bersama Aliya. Tapi, aku tahu Aliya tidak pernah mengerti kamu… Justru aku yang selalu mengerti kamu,”

Entah kenapa aku mulai merinding mendengar kata-katanya. Mungkinkan ia… maksudku… ah! Ini tidak mungkin, bagaimana mungkin aku berpikiran seperti itu. Dia hanya menganggapku teman. Dan selamanya akan tetap begitu. Tapi aku masih belum mengerti kenapa dia berkata demikian.

“Tolonglah, Riki. Tolong mengerti perasaanku. Aku, aku… maafkan aku, aku mencintaimu…” jawabnya kemudian.

Aku benar-benar tersentak.


“Astagfirullah, Ramlan. Sadar!!! Kamu ini laki-laki, aku juga laki-laki. Mana mungkin kamu bisa cinta denganku. Ini haram. Dilarang oleh agama.”

“Riki, maafkan aku…”

“Dengar! Aku tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Aliya. Cukup gosip itu membuatku pusing. Jangan kamu tambah lagi pusing kepalaku dengan statemen yang aneh itu… tolong hentikan semua ini. Tobat Ramlan, tobat… Astagfirullah!”

Aku benar-benar tak percaya mendengar ucapan Ramlan. Serta merta aku meninggalkannya.
Dari kejauhan, aku masih melihat Ramlan duduk menundukkan kepala. []


Tidak ada komentar:

Posting Komentar