SETIAP aku pulang ke rumah. Aku selalu berharap ayahku yang
akan menjemputku. Bukan hanya sekadar harapan hampa. Tapi bagiku penuh makna.
Dahulu, aku selalu malas di jemput ayah. Inginnya bersama
teman, inginnya bebas. Inginnya main kemana-mana. Mungkin ketika usiamu remaja
kau merasakan hal yang sama.
Hingga sekarang aku mulai menyadarinya. Ketika ayah
menjawab, “pulang saja pakai angkutan umum,” ketika aku memintannya menjemput. Ah!
Aku merindukan saat-saat dijemput ayah.
Bagiku, menjemput bukanlah sekadar rutinitas naik motor lalu
sampai ke rumah. Ada nilai-nilai yang tiada tara di dalamnya.
Seorang ayah yang menjemput anaknya, mengartikan bahwa Sang
Ayah sangat peduli terhadap anaknya.
Ayah, merasa perlu untuk menjaga anaknya
dari bahaya di sekitarnya.
Seorang ayah, mesti cemburu ketika anaknya dibonceng teman
laki-lakinya, bahkan tukang ojeg sekalipun. Karena yang memboncengnya sudah
dipastikan bukan makhramnya.
Sang ayah harus menjamin keamanan dan kenyamanan anaknya.
Aman tidak khawatir kecelakaan menimpanya. Nyaman, tidak
khawatir anaknya digunjingkan berjalan dengan laki-laki bukan makhramnya.
Ah! Ayah, jika kau mempraktikan itu saja, jemput anakmu. Hanya
itu, disela-sela pekerjaanmu. Aku yakin, kau akan menjadi ayah yang paling
dicintai anak-anaknya.
Karena aku pun merasa begitu, aku bahagia ketika kau
menjemputku. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar