Rabu, 15 Juli 2015

Terpikat Cadar Sahabat

Cadar-Foto: Merdeka

Unsur rupa cantik jelita tidak ternilai di balik balutan sehelai kain yang menutupinya.
Aku menatap malu, tapi lugu.
Entah mengapa ada cahaya di matanya.
Seolah berkata aku mencintai Allah, sungguh. 



Dia gadis lugu yang selalu duduk disudut kelasku.
Keremajaannya mulai tampak dari sikapnya yang emosional, tetapi itu sangat natural.
Marahnya bukan karena ia marah.
Tapi karen cinta.
Diamnya bukan karena ia bosan berbicara tapi karena takut menggores luka.

Proses.

Satu kata, aku terpikat sungguh.
Bisik-bisik tetangga terasa semakin menggelitik di telinga.
"Hus, dia kenapa terkena Flue setiap hari?"
Aku tersenyum.
Ia hanya terdiam.
Entah gejolak apa lagi yang ia sembuyikan dari balik masker warna-warninya waktu itu.


Gadis kecil itu awalnya gadis kecil seperti biasanya.
Kemudian menjadi remaja yang mulai mengeksplor dunia.
Sedikit-sedikit menemukan jati diriya.
Cinta terhadap tuhannya, teguh dengan pendiriannya.

Dunia mulai kejam, sungguh.
Setelah proses ia tempuh, bisik tetangga nampaknya mulai meninggi bunyinya.
"Hus, dia kenapa membedakan diri?"
Aura ke"Aku"an masih terpancar dalam jiwa remajanya.
Entah gejolak apa lagi yang ia sembunyikan dari balik helai kain hitam itu.

Ah! Kau, aku terpikat kecantikan manusia yang tersembunyi.
Cantik wajah tidak sebanding dengan cantik hati.
Perempuan itu indah dalam perspektif.

Aku bertanya padaku,
Kapan dan kapan?
Aku terpikat.
Sungguh. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar