OMONG-omong soal dewasa, maka ada dua hal yang bisa kita
soroti. Yang pertama adalah dewasa yang bisa diukur contohnya ciri-ciri fisik
dan usia. Yang kedua adalah dewasa yang tidak bisa diukur. Pasti semuanya juga
pernah atau bahkan sering mendengar istilah pemikiran, sifat, dan sikap yang
dewasa. Yang katanya ketiga hal itu tidak bisa diukur sesuai usia. Maksudnya,
kadang kala ada seorang yang usianya masih sangat muda tapi berpemikiran dan
bertindak seperti orang dewasa.
Orang dewasa secara fisiologis adalah orang telah matang secara fisik, baik reproduksi maupun hormon. Usianya di mulai pada sekira 20 tahun. Di mana masa ini disebut masa dewasa awal. Kemudian dewasa akhir, sebelum memasuki masa tua.
Secara fisik dan usia, orang akan setuju bahwa seorang yang memiliki syarat umur dan fisik itu dikatakan orang dewasa. Tapi bagaimana dengan deskripsi dewasa secara pemikiran dan tindakkan? Ternyata orang satu dan lainnya punya pandangan tersendiri.
Sangat sulit untuk menentukan tingkat kedewasaan pola pikir dan perilaku seseorang jika hanya dilihat dari satu indikator saja, misalnya dari perilaku. Dan pemaparan perilaku itu pun masih sangat butuh penjabaran lagi. Apakah perilaku deawasa itu? Apakah perilaku yang mencerminkan seperti ibu-ibu dan bapak-bapak?
Hal ini membuktikan betapa kompleksnya kedewasaan secara psikologis itu.
Nah, soal apa itu arti kedewasaan aku punya cerita yang agak menggelitik hati. Cerita ini terjadi ketika aku tengah belajar di kelas dua sekolah menengah atas.
***
Hari itu panas dan gersang. Aku baru saja pulang dari sekolah. Di ruangan 3x4 kamarku, aku baru saja rebahan melepas penat. Tiba-tiba suara pesan singkat masuk ke ponselku, dan aku sudah tahu siapa pengirimnya.
Bagaimana tidak, akhir-akhir ini dia sering meng-smsku. Kadang-kadang menelefonku, lebih ekstremnya membuat status yang terang-terangan menyudutkanku. Malas sekali meladeninya. Hatiku gerah segerah berada dikamar ini, yang hanya memiliki dua kotak pentilasi udara berbentuk persegi dan satu jendela yang tak bisa dibuka.
Keesokan harinya, temanku Andin mendekatiku. Ah! Kau tahu
dia pasti mau mengatakan apa yang orang itu katakan. Dan biarlah Andin dan dia
sama-sama mengoceh. Aku dan mereka memiliki pandangan berbeda. Kusiapkan
kupingku, meski hati mendumel sejak tadi.
“Kenapa kamu ngejauhin dia, kasihan tahu… Katanya dia sms
kamu, nelefon kamu tapi gak pernah
ada jawaban,” kata Andin.
“Nggak papa,”
jawabku standar.
“Kamu nggak bisa begitu,
kasihan dia. Kalau kamu kayak gini
terus kamu tandanya nggak dewasa,”
Aku menoleh kepada Andin. “Itu kamu yang bilang apa dia yang bilang?”
“Dia yang bilang begitu, dan aku juga berpikiran
begitu. Kamu belum memiliki pemikiran dewasa, Din.”
Kutatap wajah Andin kecut. Dan aku terdiam, ingin
menjelaskan, tapi untuk apa? Berbusa-busa pun aku berdalih tak kan mudah untuk
dipahaminya karena kedewasaan versi dia berbeda dengan kedewasaan versiku.
Baiklah terserah apa katanya.
Dan beberapa menit setelah itu. Orang itu kembali
menelefonku. Baiklah, kali ini akan kuangkat demi menghormati arti kedewasaan
yang dipikirkan oleh Andin dan dia. Sebatas menghormati. Baru saja aku angkat
dia mulai berkata nyerocos. Menanyakan aku kemana saja, kenapa tidak membalas
smsnya dan telefonnya selama ini, apa aku sudah bosan, dan ujung-ujungnya dia
seolah memakiku dan mengatakan aku tidak dewasa. Baiklah Whatever.
Ah kau! Tentu saja aku kesal. Siapa dia berani menghakimiku?
Tapi seperti yang suah kubilang, berbusa-busa pun tak akan bisa merubah
pemikirannya, jika ia sendiri tak diberi hidayah oleh sang pemberi hidayah. Baginya
kedewasaan adalah harus selalu mengesmsnya kapan saja setidaknya membalas
pesannya dengan panjang lebar. Harus senantiasa berbicara ngalor ngidul melalui
telefon. Itu!
Aku sangat-sangat menyadari bahwa hal itu sangat
membuang-buang waktu, membuang tenaga, membuang-buang pulsa. Dan banyak lainnya
yang dibuang dengan percuma. Baiklah, izinkan aku memberikan alibiku. Intinya
aku tidak mau pacaran. Dan intinya, karena itulah katanya sikapku tidaklah
dewasa.
Kedewasaan tidak dipandang sedangkal itu. Bolehkah aku
bertanya, itu kedewasaan ataukah gerbang menuju adegan dewasa? Makanya apa itu
kedewasaan? Apakah hanya sebatas ikut-ikutan perilaku orang dewasa? (termasuk
beradegan dewasa) Innalillahi.
Jelas bukan… Perbedaan arti kedewasaan versiku dan versinya?
Biarlah di matanya aku tidak dewasa. Toh aku memang belum
dewasa waktu itu. Usiaku baru saja 16 tahun. Dari apa pun secara fisik aku
belum dianggap dewasa. Tapi di mata Allah SWT aku ingin menjadi hambanya yang
mulia. Sesungguhnya Allah SWT yang maha mengetahui segala sesuatu.
Kedewasaan bagiku adalah kedewasaan bagaimana terus menjadi
insan yang memperbaiki diri setiap harinya di mata Allah SWT. Orang yang
mempersiapkan masa depannya dengan matang. Bukan menghabiskan waktu mudanya
untuk hal yang sia-sia dan dibenci Allah SWT.
Jadi sejauh mana kau memandang kedewasaan wahai saudaraku?
Sudah kubilang kedewasaan itu tergantung engkau menilainya. Mungkin bagimu
orang dewasa itu adalah orang yang bisa masak, orang yang sudah berkumis, orang
yang membawa anak. Bisa jadi kau benar. Tapi yang pasti bagiku, orang yang
membuang-buang waktunya dan tidak menghormati orang lain, adalah orang yang
tidak dewasa. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar