Senin, 02 Februari 2015

Apa sih Kedewasaan Itu?


OMONG-omong soal dewasa, maka ada dua hal yang bisa kita soroti. Yang pertama adalah dewasa yang bisa diukur contohnya ciri-ciri fisik dan usia. Yang kedua adalah dewasa yang tidak bisa diukur. Pasti semuanya juga pernah atau bahkan sering mendengar istilah pemikiran, sifat, dan sikap yang dewasa. Yang katanya ketiga hal itu tidak bisa diukur sesuai usia. Maksudnya, kadang kala ada seorang yang usianya masih sangat muda tapi berpemikiran dan bertindak seperti orang dewasa.

Orang dewasa secara fisiologis adalah orang telah matang secara fisik, baik reproduksi maupun hormon. Usianya di mulai pada sekira 20 tahun. Di mana masa ini disebut masa dewasa awal. Kemudian dewasa akhir, sebelum memasuki masa tua.

Secara fisik dan usia, orang akan setuju bahwa seorang yang memiliki syarat umur dan fisik itu dikatakan orang dewasa. Tapi bagaimana dengan deskripsi dewasa secara pemikiran dan tindakkan? Ternyata orang satu dan lainnya punya pandangan tersendiri.

Sangat sulit untuk menentukan tingkat kedewasaan pola pikir dan perilaku seseorang jika hanya dilihat dari satu indikator saja, misalnya dari perilaku. Dan pemaparan perilaku itu pun masih sangat butuh penjabaran lagi. Apakah perilaku deawasa itu? Apakah perilaku yang mencerminkan seperti ibu-ibu dan bapak-bapak?
Hal ini membuktikan betapa kompleksnya kedewasaan secara psikologis itu.

Nah, soal apa itu arti kedewasaan aku punya cerita yang agak menggelitik hati. Cerita ini terjadi ketika aku tengah belajar di kelas dua sekolah menengah atas.  
***

Hari itu panas dan gersang. Aku baru saja pulang dari sekolah. Di ruangan 3x4 kamarku, aku baru saja rebahan melepas penat. Tiba-tiba suara pesan singkat masuk ke ponselku, dan aku sudah tahu siapa pengirimnya.

Bagaimana tidak, akhir-akhir ini dia sering meng-smsku. Kadang-kadang menelefonku, lebih ekstremnya membuat status yang terang-terangan menyudutkanku. Malas sekali meladeninya. Hatiku gerah segerah berada dikamar ini, yang hanya memiliki dua kotak pentilasi udara berbentuk persegi dan satu jendela yang tak bisa dibuka.

Keesokan harinya, temanku Andin mendekatiku. Ah! Kau tahu dia pasti mau mengatakan apa yang orang itu katakan. Dan biarlah Andin dan dia sama-sama mengoceh. Aku dan mereka memiliki pandangan berbeda. Kusiapkan kupingku, meski hati mendumel sejak tadi.

“Kenapa kamu ngejauhin dia, kasihan tahu… Katanya dia sms kamu, nelefon kamu tapi gak pernah ada jawaban,” kata Andin.

Nggak papa,” jawabku standar.

“Kamu nggak bisa begitu, kasihan dia. Kalau kamu kayak gini terus kamu tandanya nggak dewasa,”
Aku menoleh kepada Andin. “Itu kamu yang bilang apa dia yang bilang?”

 “Dia yang bilang begitu, dan aku juga berpikiran begitu. Kamu belum memiliki pemikiran dewasa, Din.”
Kutatap wajah Andin kecut. Dan aku terdiam, ingin menjelaskan, tapi untuk apa? Berbusa-busa pun aku berdalih tak kan mudah untuk dipahaminya karena kedewasaan versi dia berbeda dengan kedewasaan versiku. Baiklah terserah apa katanya.

Dan beberapa menit setelah itu. Orang itu kembali menelefonku. Baiklah, kali ini akan kuangkat demi menghormati arti kedewasaan yang dipikirkan oleh Andin dan dia. Sebatas menghormati. Baru saja aku angkat dia mulai berkata nyerocos. Menanyakan aku kemana saja, kenapa tidak membalas smsnya dan telefonnya selama ini, apa aku sudah bosan, dan ujung-ujungnya dia seolah memakiku dan mengatakan aku tidak dewasa. Baiklah Whatever.

Ah kau! Tentu saja aku kesal. Siapa dia berani menghakimiku? Tapi seperti yang suah kubilang, berbusa-busa pun tak akan bisa merubah pemikirannya, jika ia sendiri tak diberi hidayah oleh sang pemberi hidayah. Baginya kedewasaan adalah harus selalu mengesmsnya kapan saja setidaknya membalas pesannya dengan panjang lebar. Harus senantiasa berbicara ngalor ngidul melalui telefon. Itu!

Aku sangat-sangat menyadari bahwa hal itu sangat membuang-buang waktu, membuang tenaga, membuang-buang pulsa. Dan banyak lainnya yang dibuang dengan percuma. Baiklah, izinkan aku memberikan alibiku. Intinya aku tidak mau pacaran. Dan intinya, karena itulah katanya sikapku tidaklah dewasa.

Kedewasaan tidak dipandang sedangkal itu. Bolehkah aku bertanya, itu kedewasaan ataukah gerbang menuju adegan dewasa? Makanya apa itu kedewasaan? Apakah hanya sebatas ikut-ikutan perilaku orang dewasa? (termasuk beradegan dewasa) Innalillahi.

Jelas bukan… Perbedaan arti kedewasaan versiku dan versinya?

Biarlah di matanya aku tidak dewasa. Toh aku memang belum dewasa waktu itu. Usiaku baru saja 16 tahun. Dari apa pun secara fisik aku belum dianggap dewasa. Tapi di mata Allah SWT aku ingin menjadi hambanya yang mulia. Sesungguhnya Allah SWT yang maha mengetahui segala sesuatu.

Kedewasaan bagiku adalah kedewasaan bagaimana terus menjadi insan yang memperbaiki diri setiap harinya di mata Allah SWT. Orang yang mempersiapkan masa depannya dengan matang. Bukan menghabiskan waktu mudanya untuk hal yang sia-sia dan dibenci Allah SWT.

Jadi sejauh mana kau memandang kedewasaan wahai saudaraku? Sudah kubilang kedewasaan itu tergantung engkau menilainya. Mungkin bagimu orang dewasa itu adalah orang yang bisa masak, orang yang sudah berkumis, orang yang membawa anak. Bisa jadi kau benar. Tapi yang pasti bagiku, orang yang membuang-buang waktunya dan tidak menghormati orang lain, adalah orang yang tidak dewasa. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar