HARI ini aku sedang tidak ingin mengomentari bagaimana penulisan Insya Allah. Karena akhir-akhir ini ada yang mengatakan penulisan Insya Allah bukanlah berarti “Jika Allah mengizinkan” tapi “Menciptakan Allah”. Naudzubillah tidaklah ada pemikiran dalam hati untuk bermaksud demikian.
Yah, perdebatan ini muncul belakangan, karena ada yang
mengatakan huruf “Sya” itu berarti menciptakan. Dan yang benar adalah In Shaa
Allah. Sungguh, sudah kubilang aku tidak ingin membahas itu. Jika kau ingin
tahu lebih dalam, bahasan ini ada di www.islampos.com
carilah olehmu kata kunci Insya Allah, maka akan muncul artikelnya.
Nah, lalu apa yang ingin kubahas disini? Yaitu peribahasa
Insya Allah Sunda dan Insya Allah Arab. Nah loh… Apa maksudnya?
Hal yang lagi-lagi terasa biasa. Dan wajar-wajar saja. Tapi
ternyata ada sesuatu di baliknya. Ya! Kapankah engkau mengungkapan Insya Allah?
Biasanya ketika berjanji atau merencanakan sesuatu. Dan ketika mengungkapkan
Insya Allah apakah engkau sungguh-sungguh berjanji dalam hati, ataukah berkata gimana nanti?
Kenapa Insya Allah Sunda… Aku tidak ingin ‘menyepesialkan’
orang sunda. Jika kau ingin silahkan kau ubah menjadi Insya Allah Jawa, atau
Insya Allah Batak dan lain-lainnya. Karena kebetulan aku orang Sunda dan
menemukan hal seperti ini dalam kehidupan sehari-hari maka aku sebut ini Insya
Allah Sunda.
Lalu apa maksudnya? Begini, dalam interaksi sosial aku
menemukan bahkan sering, kita mengucap contohnya ketika ditanya, “Besok hadir kan?” dijawab “Insya Allah” tapi
kemudian tidak hadir. Nah hal ini, yang biasa terjadi di masyarakat. Dalam
artian Insya Allah di artikan dengan “Bisa datang bisa tidak” atau bisa iya
bisa tidak. sehingga tidak ada beban
ketika mengucap Insya Allah. Nah itulah yang disebut Insya allah Sunda.
Beda halnya dengan Insya Allah Arab. Insya Allah ini
dimaksudkan bahwa kita benar-benar telah berjanji akan datang. Karena
jaminannya adalah membawa nama Allah SWT. Dan janji atas nama Allah wajib
dipatuhi. Kok bisa? Bukan jika Allah
mengizinkan dong kalau begitu…? Maksud jika Allah mengizinkan disini adalah
jika Allah SWT mengizinkan kita masih hidup. Jadi sesungguhnya pengucapan Insya
Allah ini hanya bisa terlepas jika kita memang tidak diizinkan hadir dalam
artian kita sudah tidak memiliki umur. Atau setidaknya hal-hal lain yang
bersifat urgent. Itu pun harus disertai permintaan maaf dan mengutarakan alasan
yang jelas.
Jadi yang benar Insya Allah yang mana?
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu
‘sesungguhnya aku akan mengerjakan esok’ kecuali (dengan mengucapkan Insya
Allah). Dan ingatlah kepada tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah:
‘mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat
kebenarannya dari pada ini.” (QS Al-Kahfi: 23-24)
Dengan demikian, mengucapkan Insya Allah haruslah dengan
hati yang sungguh-sungguh berjanji untuk melaksanakan. Bukan dengan niat
bagaimana nanti atau niat tidak enak menolak. Justru dengan mengucap Insya
Allah, orang yang diberi janji akan mengharapkan kedatangan kita. Dan ketika
kita tidak menepati janji, si yang diberi janji akan kecewa, istilahnya di-PHP-in
gitu…
Masya Allah, ngeri juga kalau kita mem-PHP-kan orang lain
dengan membawa nama Allah SWT. Jadi masih mau jadi pelaku Insya Allah “bukan
Arab” lagi? []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar