Selasa, 03 Maret 2015

Tak Mau Kamu



Hari-hari ini aku menyadari, bahwa aku kian hari kian tak bisa lepas darimu.
Aku tak mau.
Tak mau kamu.




Aku tak menyangka candaan waktu itu akan menyeret perasaanku ke dimensi lain.
Lebih dari sekadar biasa.
Aku tak mau.
Tak Mau kamu.

Lalu, konspirasi ini membawaku harus berada di belakangmu ketika kau berdiri.
Aku tak mau.
Tak mau kamu.

Ah! Kamu!
Kita pernah tertawa bersama.
Kita pernah menangis bersama.
Tapi aku tak mau.
Tak mau kamu.

Setelah itu kupikir semuanya akan biasa-biasa saja.
Normal seperti sedia kala, kau akan jadi kau, aku akan jadi aku.
Kenapa tidak begitu?
Aku tak mau.
Tak mau kamu.

Beberapa kali kumenoleh ke arahmu,
Hanya untuk memastikan kau ada ditempatmu.
Aku tak mau.
Tak mau kamu.

Hingga kau mulai bercerita.
Dan aku yang entah kenapa salalu jadi pendengar setia.
Aku, sebenaranya, tak mau.
Tak mau kamu.

Aku juga tak sadar, telah memberi motivasi untukmu.
Aku bisa membaca kau terkesan, hingga suatu kali kau ucapkan kata-kata itu.
Cukup! Aku tak mau.
Tak mau kamu.

Kau bilang, "aku ingin menjadi orang hebat.
Tapi aku tak bisa.
Aku bisa saja jadi orang hebat, asal kau berada bersamaku.
Aku bisa, jika kau mengingatkanku bagaimana aku seharusnya."

Kau menatap mataku.
Aku menatap matamu.
Astagfirullah, batinku...
Allah, ampuni aku.

Aku tertunduk, malu pada Rabbku.

Kau mulai bercanda, hendak menyentuh ubun-ubunku,
Mengucap doa pengusir syaitan.
Tapi nampaknya syaitan itu mulai menyentuh bagian hatiku.
Entah kenapa, pikiranku terbang ke dimensi lain.

Ya! Aku pernah membaca, ketika seorang baru saja resmi menikah.
Pasangan pengantin akan shalat dua rakaat dan mengucapkan doa untuk kebaikan pernikahan mereka.
Sang suami disunatkan menyentuh ubun-ubun sang istri dan membacakan doa,
agar si istri menjadi penurut pada suami.

Ya Rabb... Hatiku mulai bergetar.
Audzubillahiminassyaithonirrajim.

Aku tak mau.
Tak mau syaitan menggodaku,
lagi.
Aku tak mau.
Tak mau kamu.
Ya!
Tak mau kau datang hari ini.
Sungguh. []


Tidak ada komentar:

Posting Komentar