"Kepedulian itu bisa datang dari berbagai aspek, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Tetapi semua kepedulian itu bersumber dari satu aspek. Agama."
AKHIR-akhir ini aku baru saja berdebat dengan teman sejawat. Kami membicarakan sesuatu yang sebenarnya bisa jadi debat tak pernah bertemu. Ya! Dua sisi pemahaman di dalam benak kami yang berbeda.
Dia adalah pecinta buku, buku Barat khususnya, dan aku adalah seorang pemerhati, pembaca gerik manusia dan perasa.
Kami seolah debat kusir tentang LGBT dan haramnya perilaku kaum Luth itu. Dari mulai membahas hati hingga membahas toleransi. Dan sesuatu itu dinamakan kepedulian. Kepedulian dan ketidakpedulian nyatanya tipis adanya.
Ia berkata padaku, untuk tidak memperdulikan masalah orang lain, ia berkata padaku. Kalau tidak mrugikan kenapa harus memikirkan. Ia berkata padaku bahwa kita mesti bertoleransi terhadap kemunkaran ini.
Aku bertanya padanya kenapa kamu membantah hal yang jelas-jelas kemunkaran. Aku berkata padanya bahwa aku peduli kepada umat muslim, bukan mereka yang jelas-jelas tidaklah seagama. Bahkan tidak ada agama yang menerima manusia penyuka sesama jenis.
Kepedulian itu tersembunyi dalam ketidakpeduliannya.
Aku sontak kaget, saat ia mengatakan mengapa harus memikirkan jika tidak merugikan. Padahal dia adalah orang yang aktif dalam organisasi sosial. Lalu kalau begitu apalah dasar ia berkata demikian? Apakah kepeduliaanya hanya untuk sosialnya saja?
Aku akhirnya hanya ingin berkata:
"Kepedulian itu bisa datang dari berbagai aspek, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Tetapi semua kepedulian itu bersumber dari satu aspek. Agama." []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar